Tapakbatas.com- Indonesia melayangkan kecaman keras terhadap serangan militer Israel yang menghantam markas Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).
Aksi ini memicu pertanyaan besar: Mengapa pasukan UNIFIL tidak memberikan respons terhadap serangan tersebut?
Pada 10 Oktober 2024, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) secara terang-terangan melancarkan serangan ke basis UNIFIL di Naqoura dengan menggunakan tank tempur Merkava Mark IV.
Serangan itu mengakibatkan dua prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) terluka saat bertugas mengawasi situasi dari menara penjaga.
“Akibat kejadian tersebut, personel TNI terkena rekoset dan mengalami luka ringan pada kaki. Namun, kondisi mereka kini sudah normal,” ujar Kapuspen TNI, Mayjen TNI Hariyanto.
Tak berhenti di situ, sehari setelahnya, tentara Israel kembali menembaki markas UNIFIL.
Serangan kali ini menyebabkan tembok markas roboh, hasil dari tembakan tank dan buldoser militer Israel, sebagaimana dilaporkan oleh Al Jazeera.
Pertanyaan pun muncul terkait mandat UNIFIL yang ditegaskan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2006 (SC Resolution 1701).
Resolusi tersebut memberikan wewenang kepada pasukan UNIFIL untuk merespons setiap ancaman yang mengancam keamanan wilayah operasi mereka.
Mandat tersebut juga mencakup perlindungan terhadap personel, fasilitas, instalasi, dan peralatan PBB.
Namun, serangan demi serangan dari Israel ini seolah tak dihadapi dengan respons yang memadai dari pasukan UNIFIL.
Berdasarkan data UNIFIL per 2 September 2024, ada total 10.058 personel dari 50 negara yang tergabung dalam misi ini, dan Indonesia menjadi penyumbang terbesar dengan 1.231 prajurit TNI.
Insiden ini menimbulkan tekanan terhadap UNIFIL untuk menjelaskan sikap pasif mereka, di tengah ekspektasi tinggi akan perlindungan terhadap personel PBB dan stabilitas kawasan.
Editor : Darwis
Follow Berita Tapakbatas.com di Google News