Tapakbatas.com– Kuasa hukum Ishak Hamzah, Wawan Nur Rewa, mendesak Polrestabes Makassar segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus kliennya.
Laporan yang didaftarkan dengan nomor: LP/790/XII/2021/SPKT/Polrestabes Makassar/Polda Sulsel pada 17 Desember 2021 itu dinilai lemah dan sarat kejanggalan.
Kasus ini bermula dari laporan Hj. Wafia Syahrir (WS), yang menuduh Ishak Hamzah melakukan penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen atas tanah seluas 80 are di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Namun, menurut Wawan, bukti dan saksi yang diajukan WS tidak relevan dan terkesan dipaksakan oleh penyidik.
Dugaan Konspirasi Penegak Hukum
Wawan mengungkapkan, proses penyelidikan ini mencerminkan dugaan adanya “konspirasi” antara penyidik Unit Tahbang, pihak kejaksaan, dan pelapor.
“Laporan ini dibuat pada 17 Desember 2021, tapi sampai saat ini status hukum klien kami masih tidak jelas. Beberapa kali SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dan SP Sidik diterbitkan, namun tak ada unsur kuat untuk menetapkan klien saya sebagai tersangka,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Law Firm Misi Keadilan, Minggu (5/1/2025).
Menurut Wawan, kronologi penanganan kasus ini menunjukkan ketidakpastian hukum:
1.SPDP pertama: Diterbitkan 28 Januari 2022, namun tak ada unsur pidana terhadap Ishak.
2.SPDP kedua: Keluar 13 Maret 2023, diikuti beberapa SP Sidik dan penahanan badan pada 21 Juli 2023.
3.SPDP ketiga: Diterbitkan 31 Oktober 2024, dengan nomor laporan polisi yang sama, namun tidak membawa kejelasan hukum.
“Klien saya sudah ditahan selama 58 hari. Setelah itu, SPDP baru terus diterbitkan dengan alasan yang sama. Ini jelas melanggar hak asasi manusia (HAM),” tegas Wawan.
Tudingan Penyalahgunaan Wewenang
Wawan juga menuduh penyidik sengaja membuat proses pembuktian menjadi kabur.
Ia menyatakan bahwa bukti yang diajukan pihaknya, termasuk dokumen kepemilikan tanah dan keterangan saksi, diabaikan oleh penyidik.
“Klien kami memiliki dokumen kepemilikan yang diwariskan secara turun-temurun dan didukung data Sismiop. Sementara pelapor hanya memiliki sertifikat hak milik berstatus Ex Eigendom Verponding, yang tidak diakui Direktorat Jenderal Pajak. Mengapa ini tidak ditelusuri oleh penyidik?” tanya Wawan.
Ia juga mengkritik prosedur penyitaan alat bukti yang dilakukan tanpa melibatkan pihak terlapor.
“Bukti yang kami serahkan tidak diteruskan sepenuhnya ke jaksa. Kami merasa dirugikan,” tambahnya.
Harapan Kuasa Hukum
Wawan meminta Polda Sulsel dan Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini.
“Kami menduga ada pemufakatan jahat di balik proses penyelidikan ini. Wassidik Polda harus tegas memeriksa penyidik terkait. Kami juga meminta Kejari Makassar untuk transparan dalam menangani perkara ini,” pungkasnya.
Editor : Darwis
Follow Berita Tapakbatas.com di Google News