Tapakbatas.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kembali mengultimatum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk membuka data terkait penyusunan daftar pemilih.
Bawaslu RI mengeklaim pihaknya masih belum mendapatkan data detail dari KPU hingga proses rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara, yang menyulitkan mereka melakukan kroscek dan pengawasan.
“DPS (Daftar Pemilih Sementara) kami tidak mau main-main, karena ini berkaitan dengan pencetakan surat suara,” sebut Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, kepada wartawan pada Senin (12/6/2023).
Bagja menyinggung bahwa daftar pemilih yang kelak terdaftar memang merupakan warga yang betul-betul mempunyai hak pilih.
Ia khawatir, tanpa pengawasan yang baik, penyusunan daftar pemilih oleh KPU RI tidak maksimal, sehingga menyisakan warga yang seharusnya tidak berhak memilih masuk ke dalam daftar.
“Bisa 100 orang kita tidak tahu makhluk dari mana kemudian tiba-tiba ada di DPS. Itu bisa digunakan nanti suaranya,” kata Bagja.
Selama ini, KPU dinilai selalu berlindung di balik “informasi yang dikecualikan” terkait langkah mereka tidak memberi data pemilih yang dibutuhkan Bawaslu.
Namun, menurut Bawaslu, KPU sudah keterlaluan.
“Masak kita mau mengecek orang tapi alamatnya ditutup cuma sampai RT doang, jalannya nggak ada,” kata Bagja.
“Yang namanya, misalnya, Agus di dalam 1 RT itu bisa 10 orang lho,” lanjutnya.
Padahal, Bawaslu tidak memiliki sumber daya yang mumpuni untuk melakukan pengawasan dan pengecekan langsung ke lapangan berbekal data yang sangat minim dari KPU, karena banyak pegawai berstatus kontrak dan honorer tidak bisa melanjutkan karier mereka di lembaga penyelenggara pemilu itu.
“Terbuka lah (KPU) soal beginian,” pinta Bagja.
Hal sebaliknya disampaikan Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos. Betty membantah ucapan Bagja.
“Akses Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih) sudah diberikan ke teman-teman Bawaslu sesuai permintaan,” kata Betty kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023) pagi.
“Salinan DPS juga sudah diberikan. Kami sudah berikan pula saat rekapitulasi (data) se-Indonesia di KPU RI,” ia menambahkan.
Menurutnya, informasi yang dikecualikan hanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK).
Persoalan transparansi data KPU yang menyulitkan Bawaslu ini menjadi isu yang terjadi di segala tahapan pemilu.
Pada tahapan pemutakhiran daftar pemilih, friksi KPU versus Bawaslu terkait transparansi ini telah terjadi sejak tahapan pertama, yaitu pencocokan dan penelitian (coklit) dalam penyusunan DPS.
Februari lalu, Bagja mengeklaim pihaknya akan melaporkan KPU Presiden RI Joko Widodo karena tidak dibaginya akses data pemilih menyebabkan pihaknya kesulitan melakukan pengawasan coklit.
Hal ini, menurut Bagja, bertentangan dengan pesan Presiden Jokowi dalam Konsolidasi Nasional Bawaslu pada 17 Desember 2022.
“Bapak Presiden Joko Widodo mengingatkan jika ada lembaga pemerintah yang menghalang-halangi Bawaslu untuk mengakses data pemilih, maka laporkan kepada Presiden. Kami akan laporkan,” ujar Bagja kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).
“Ini sebenarnya sudah tegas Pak Presiden ngomong seperti itu dan sekarang kami akan melakukan itu,” ia melanjutkan.
Dalam acara Konsolidasi Nasional Bawaslu, Presiden Jokowi mengingatkan agar Bawaslu bekerja keras mengawasi penyusunan daftar pemilih tetap (DPT).
Alasannya, kata dia, setiap pemilu DPT selalu menjadi polemik dan menjadi tudingan kecurangan.
“Saya berharap Bawaslu benar-benar bekerja keras mengawasi proses penyusunan DPT ini,” kata Jokowi, dikutip situs resmi Bawaslu RI.
Mantan Gubernur DKI itu menegaskan agar Bawaslu melaporkan kepadanya jika ada dari pihak pemerintah yang menghambat dan tidak kooperatif.
“Nanti, Pak Rahmat Bagja laporkan ke saya. Karena, urusan DPT ini sangat krusial dari tahun ke tahun dan sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat kita,
Hati-hati mengenai ini (daftar pemilih) dan mungkin yang terberat karena melibatkan jumlah pemilih yang sangat besar,” tegas politikus PDI-P itu.
Editor : Ian