Tapakbatas.com-Skandal Tanah di Maros, Seorang warga bernama BS menjadi korban ketidakjelasan dan kejanggalan dalam proses penyidikan sengketa batas tanah di Moncongloe.
Meskipun telah mengeluarkan banyak uang pribadi, laporan yang dia ajukan sejak 20 Juni 2022 dengan nomor laporan polisi LP/B/178/VI/2022/SPKT Polres Maros belum juga mendapatkan kejelasan.
Kejanggalan Proses Penyidikan
Menurut BS, penyidikan yang dilakukan oleh Unit Tahbang Polres Maros penuh dengan kejanggalan dan tidak objektif.
Bukti-bukti penting seperti Akta PPAT/Notaris, surat-surat dari dusun, desa, kecamatan, serta peta Bapenda dan pajak (PBB) diabaikan oleh penyidik. Sementara itu, si terlapor tidak jelas alas hak kepemilikannya.
Amplop Terima Kasih Bertepuk sebelah tangan (Kekecewaan)
BS juga mengaku telah memberikan sejumlah uang kepada penyidik sebagai bentuk ucapan terima kasih, namun hingga kini laporannya belum menunjukkan perkembangan yang jelas.
“Sudah banyak uang saya terkuras, saya kira akan selesai dengan cepat namun hingga kini masih terkatung-katung,” keluhnya.
Indikasi Rekayasa dan Persekongkolan
BS menuding adanya indikasi kuat bahwa penyidik bersekongkol dengan pegawai ATR/BPN Maros untuk merekayasa alas hak terlapor.
Surat yang masuk dari ATR/BPN provinsi tidak ditemukan di kantor pertanahan Maros, dan SP2HP yang dikeluarkan pada Januari 2023 memperkuat dugaan ini.
BS menilai penyidik dan pegawai BPN sengaja melindungi terlapor dari jeratan hukum dengan tidak transparan dalam mengungkap alas hak masing-masing pihak.
Upaya Menjebak Pelapor
BS juga menduga penyidik berusaha menjebaknya dengan meminta menandatangani permohonan pengembalian batas tanah yang ternyata adalah permohonan sertifikat atas nama terlapor.
“Penyidik mengatakan bahwa permohonan pengembalian batas dan pengukuran adalah sama. Kalau tidak percaya, silakan tuntut pihak BPN, sementara dalam proses di ATR/BPN provinsi,” cerita BS menirukan ucapan penyidik.
Mediasi yang Gagal
Sebelum melaporkan kasus ini ke polisi, BS menyebut terlapor tidak kooperatif dalam mediasi di Kantor Desa Moncongloe.
“Ketika diminta menunjukkan sertifikat, terlapor menolak dengan arogan dan tidak ada titik temu dalam mediasi tersebut,” ujarnya.
Perbedaan Luas Tanah
BS juga menemukan kejanggalan pada sertifikat tanah atas nama Sarbini yang dibeli oleh H.M. Di halaman depan sertifikat tertulis luas 3100 meter persegi, namun dalam surat ukur hanya 2000 meter persegi.
“Ini dimanfaatkan untuk menggeser batas agar memperoleh tanah lebih luas, dan kemungkinan besar ini yang direkayasa antara penyidik dan pihak pertanahan Maros,” tambahnya.
Laporan Pengaduan ke Polda Sulsel dan Kanwil ATR/BPN Sulsel
BS telah melaporkan penyidik ke Polda Sulsel dan mendapat balasan yang memperkuat dugaan adanya rekayasa. Dalam surat balasan dari Polda Sulsel, disebutkan bahwa ada berita acara pengembalian batas tanpa sepengetahuan BS.
BS juga telah melayangkan laporan pengaduan ke Kanwil ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan yang kemudian meminta Pertanahan Kabupaten Maros untuk melakukan penelitian data fisik dan yuridis.
Permohonan Atensi dari Instansi Terkait
BS berharap instansi terkait, termasuk Kepala Pertanahan Kabupaten Maros, Kapolres Maros, Polda Sulsel, Kanwil Pertanahan Sulsel, Menteri ATR/BPN, dan Kapolri, memberikan perhatian terhadap kasus ini demi kepastian hukum yang berkeadilan.
“Mohon atensi dari instansi terkait untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” tutup BS.
Sementara itu, pihak ATR/BPN Maros saat dihubungi melalui WhatsApp dengan nomor 085394040496 hanya menjawab, “Terima kasih atas pesan anda. Kami sedang tidak ada saat ini, tetapi akan merespon secepat mungkin.”
Terpisah, Kanit Tahbang Polres Maros saat dihubungi singkat menjawab, “Ada yang bisa dibantu,” melalui telepon.
Editor: Dento